MAAFKAN AKU, ISTERIKU…by elha 14.02.2007
..
“Tak terasa air mataku berlinang kecil membasahi pipi. Rasa sayangku kepada isteriku bertambah besar. Ingin rasanya aku memeluknya dengan erat serta mengucapkan kata cinta yang tulus dan sepenuh hati. Namun niat itu ku-urungkan, khawatir hal itu justru akan mengagetkan atau mengurangi waktu istirahatnya.”
---------------ooOoo---
Kutatap wajah isteriku tercinta yang sedang tertidur pulas. Terlihat jelas guratan rasa lelah diwajahnya.
.
Yaa, memang isteri sering bercerita
betapa akhir-akhir ini dia merasa begitu letih. Perjalanan menuju lokasi kerja
di bilangan Depok yang memakan waktu cukup lama. Belum lagi bila tiba
dikantornya sudah banyak nasabah yang datang, meskipun jam layanan belum
dibuka. Maka tak jarang isteriku memajukan aktifitas pekerjaannya. Jika
ternyata antrian nasabah terus berlanjut sampai siang atau bahkan sore hari,
maka selama ini pula isteriku tak merasakan nikmatnya ‘kunyahan nasi atau
sekedar cemilan sekalipun’. Isteriku memang bekerja di jasa pelayanan bidang
keuangan. Kebetulan dia memiliki posisi yang strategis. Maka tanggung jawabnya
begitu besar terhadap layanan dan kepuasan nasabah.
.
Tak
terasa air mataku berlinang kecil membasahi pipi. Rasa sayangku kepada isteriku
bertambah besar. Ingin rasanya aku memeluknya dengan erat serta mengucapkan
kata cinta yang tulus dan sepenuh hati. Namun niat itu ku-urungkan, khawatir
hal itu justru akan mengagetkan atau mengurangi waktu istirahatnya.
.
Pikiranku menerawang pada
peristiwa tadi siang, 11.02.2007.
Sambil berbisik Isteriku mengajakku ke dalam kamar. Hatiku dagdigdug. Ada apa? Mengapa harus
didalam kamar? Biasanya ini dilakukan isteriku bila ada sesuatu yang penting.
.
“Bi, anting umi dilepas ya? Mang Dudung mau pinjem duit/uang. Kita ‘gak ada persediaan. Atau kita pake
aja uang yang lain?” Tanya isteriku pelan sambil menyebut satu rekg khusus
penampungan. (isteriku memang membuka
rekg penampungan untuk kebutuhan sosial)
Aku terperanjat, terkejut bagai diserempet Bus Way atau mobil BMW.
Aku tidak memikirkan tentang tamu yang akan meminjam uang pada kami. Apalagi
tamu tersebut masih saudara kami juga.
.
Yang kupikirkan adalah anting yang melekat di telinga isteriku. Anting itu merupakan perhiasan milik kami
satu-satunya. Karena aku belum mampu membelikan perhiasan lain seperti gelang
ataupun kalung. Bahkan anting itu, yang hanya seberat 2 gram saja, juga hasil jerih payah isteriku sendiri.
.
Hatiku sedih. Sedih karena belum bisa membahagiakan isteriku tercinta dari
sudut pandang materi. Bahkan tidak bisa untuk sekelas anting sekalipun. Masya’
Allah. Namun terbetik perasaan bahagia, betapa isteriku masih meninggikan
derajatku sebagai suaminya. Dia masih meminta ijin aku untuk melepas anting itu
demi menolong orang lain. Padahal sejujurnya kamipun masih kelimpungan dalam
urusan keuangan.
.
Hatiku Bahagia, ternyata isteriku
bukan hanya cantik parasnya tapi juga cantik sifatnya. Subhanallah. Engkau
telah memberikan hamba Isteri yang sholihah Ya Rabb.
.
“Umi, kalo umi rela silakan umi
lepas anting itu. Tapi kalo umi masih mau memakainya abi serahkan semuanya sama
umi. Kalo uang ‘Baitul Maal’ jangan” jawabku lirih sambil berusaha menahan
sedih
“Umi gak apa-apa bi….” Kata isteriku sambil
tersenyum manies, sehingga wajahnya menjadi lebih manies. Oh, ……
.
Anting satu-satunya perhiasan yang melekat pada diri isterikupun lepas
sudah. Perhiasan kecil itu akan menghuni loket pegadaian. Perhiasan itu akan
menjadi dana sosial isteriku guna membantu saudara kami yang lebih membutuhkan.
.
Isteriku maafkan aku.
Lalu ku lihat anak-anakku yang juga telah tertidur
pulas
.
“Bi, katanya mau beli mobil/motor
kayak Abi Usul” Kata anakku yang pertama (usia 5th) pada satu ketika
setengah bertanya
“Insya’ Allah ya” jawabku sambil
senyum.
Lalu aku mengalihkan perhatian agar anakku tidak bertanya kembali
.
“Anakku, maafkan Abi nak. Abi memang belum bisa memberikan materi. Tapi
percayalah anakku, Allah SWT akan melihat ketulusan kita dan nilai ibadah kita”
kataku dalam hati sambil mengecup kening kedua anaku
.
Lalu kuhampiri kembali isteriku tercinta. Ku kecup pula
keningnya dengan penuh kasih sayang. Maafkan Abi ya umi. Abi mencintai umi
karena Allah. Biar Allah yang akan membahagiakan kita. Amien
.
Aku terus berwudhu.
.
“Umi, engkau bagai bidadari yang hinggap
direlung hati abi. Engkau bagaikan malaikat yang menjelma menjadi manusia dan
menghiasi hari-hari bersama kami. Umi, Engkau Seorang Kepala Cabang, namun
tidak sedikitpun merasa risih pulang-pergi naik kendaraan umum,
berdesak-desakan, makan dipinggiran jalan dan bahkan tinggal dipemukiman yang
padat dan ‘maaf dilokasi kaum cilik” batinku
.
“Umi, dari lubuk hati yang paling dalam abi
berdoa semoga apa yang umi lakukan dapat menjadi obat penawar bagi mereka yang
sedang kesulitan. Umi, percayalah ANTA BUDALLAHA KAANAKUM TAROHU…WAILLANTAKUM
TAROHU FAINNAHU YAROKA…”
.
“Umi, Benar apa yang disabdakan Rasulullah SAW
mengenai kehidupan keluarga beliau ‘BAITI JANNATI’, Rumahku adalah surga
bagiku. Semoga kita dapat selalu mengikuti Sunnahnya. Amien”
.
Salam ukhuwah
elha – pengasuh KLINIK CINTA
HP :
021-92900184
0 Komentar untuk "MAAFKAN AKU, ISTERIKU…"